Print this page
15
Jul

Cemas vs Gangguan Kecemasan

Post in Blog
  by
Rate this item
(4 votes)

Istilah cemas tentu tidak asing di telinga kita, kita pasti sering mendengarnya di kehidupan sehari-hari. Di lingkungan kerja, sekolah, bahkan di rumah sering kita mendengar kata tersebut. Apalagi tren media sosial sekarang ini yang sangat luas tentu membuat kita sangat terbiasa mendengar kata tersebut. Lalu sebenarnya apa sih cemas itu? Ganggu nggak? Sehat nggak? Kita bahas yuk!

Cemas adalah perasaan yang muncul ketika seseorang sedang menghadapi, mendengar sesuatu dan muncul rasa takut atau khawatir setelahnya. Rasa takut atau khawatir adalah hal yang manusiawi, apabila masih pada taraf yang bisa dikendalikan dan tidak merugikan diri sendiri maupun oranglain. Cemas dalam batasan tertentu dapat membantu menjaga diri kita, bahkan melindungi kita dari bahaya. Misalnya, ketika kita cemas dan takut tertabrak kendaraan saat ingin menyeberang maka kita akan berhati-hati dan tengok kanan-kiri dulu, memastikan keadaan jalan aman sebelum menyeberang. Contoh lain ketika mahasiswa belajar dengan sangat giat sebelum menghadapi ujian karena khawatir tidak mendapatkan hasil yang maksimal. Hal ini sesuai dengan pandangan psikoanalis yang menyebutkan bahwa cemas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yakni id dan superego. Id mewakili dorongan atau impuls, sedangkan superego mencerminkan nurani yang dikendalikan oleh norma budaya, kemudian cemas hadir untuk menengahi tuntutan kedua elemen tersebut dan meningkatkan ego bahwa ada bahaya (Stuart, 2012).

Cemas merupakan respon normal dari manusia ketika menghadapi ancaman. Akan tetapi, ada bentuk lain dari cemas yang membuat keadaan terasa lebih buruk dari yang sebenarnya. Kondisi dimana seseorang merasa cemas yang muncul tanpa sebab, tidak dapat dikendalikan dan membuat kita kewalahan. Jika perasaan cemas itu bersifat menetap, bahkan memburuk hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Respon kecemasan yang tidak normal ini dapat menyebabkan tekanan pada mental seseorang dan dinamakan sebagai gangguan cemas atau kecemasan (anxiety disorder) (Nevid et al., 2014).

Menurut Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders (DSM 5 TR), gangguan cemas (anxiety disorder) adalah perasaan takut atau ketakutan berlebihan yang berdampak pada terganggunya kegiatan sehari-hari pada seseorang (American Psychiatric Association, 2022). Stuart (2012) mendefinisikan kecemasan sebagai bentuk kekhawatiran yang tidak jelas, dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti, ketidakberdayaan, dan keadan emosi yang dialami tidak memiliki objek secara spesifik. Gangguan cemas dapat terjadi kepada siapapun tanpa melihat usia dan jenis kelamin. Gangguan cemas dapat disebabkan oleh beberapa hal dan sangat variatif, sehingga pada DSM 5-TR, gangguan ini diklasifikasikan menjadi beberapa macam, diantaranya adalah separation anxiety disorder (kecemasan perpisahan), mutisme selektif, fobia, kecemasan sosial, gangguan panik, dan gangguan kecemasan umum.

Lalu apa saja gejalanya?
Gejala kecemasan dibagi menjadi tiga kelompok respons gejala (Stuart, 2013; Sany, 2022) diantaranya adalah:

  1. Respons perilaku, misalnya kegelisahan, ketegangan fisik, tremor atau gemetar, bicara dengan cepat, menarik diri dari hubungan sosial, melarikan diri dari masalah, dan kewaspadaan yang berlebihan.
  2. Respons kognitif di antaranya, perhatian mudah terganggu, konsentrasi buruk, kecenderungan pelupa, hambatan berpikir, mudah bingung, kehilangan objektivitas, ketakutan yang tidak wajar, dan mengalami mimpi buruk.
  3. Respons afektif, yakni mudah tersinggung, tidak sabar, gelisah, khawatir setiap saat, waspada yang berlebihan, rasa bersalah, dan rasa malu yang berlebihan.

Meskipun penyebabnya tidak dapat dijelaskan dengan pasti, gangguan kecemasan dapat disebabkan oleh kombinasi dari beberapa faktor, di antaranya faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor sosial. Pengalaman hidup yang berat seperti kejadian traumatis, masalah keluarga, masalah pertemanan, masalah pekerjaan, masalah kesehatan, serta penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang (Nevid et al., 2014).

Bagaimana mencegah dan menanganinya?
Gangguan kecemasan tentu tidak dapat diduga kapan datangnya dan kepada siapa saja, namun ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak gejala kecemasan, yakni:

  • Cari bantuan sesegera mungkin. Apabila rasa cemas yang kita rasakan sudah tidak wajar dan tidak bisa kita kendalikan, maka lebih baik perlu mendapatkan pertolongan dari praktisi profesional, seperti psikolog.
  • Menulis jurnal, menuliskan perasaan atau emosi yang kita rasakan dapat sedikit mengurangi ketegangan dan dapat mengidentifikasi apa yang sedang terjadi pada diri kita
  • Melakukan relaksasi, misalnya mengatur nafas dengan tenang
  • Melakukan hobi atau kegiatan yang menyenangkan
  • Mencari dukungan emosional, dukungan dari orang-orang terdekat dapat meringankan beban emosiobal.
  • Hindari untuk mengkonsumsi alkohol dan narkotika.

Referensi:

American Psychiatric Association. (2022). Diagnostic and statistical manual of mental disorders fifth edition. American Psychiatric Association Publishing,Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2014). Abnormal Psychology In A Changing World (Nineth Edition). Pearson.

Sani, U. P. (2022). Gangguan kecemasan dan depresi menurut perspektif Al-quran.  Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(1). 1262-1278. DOI:10.36418/syntax-literate.v7i1.6055

Stuart, W. (2012). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5 Revisi. Jakarta: EGC.

Penulis: Jauharotun Nikmah, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Read 214 times Last modified on Rabu, 03 September 2025 10:32
Humas

Author:

followup
followup
followup
followup